Hidup Adalah Titipan: Kesadaran yang Mahal dan Langka

Bagikan Keteman :


Dalam perjalanan kehidupan, ada satu kesadaran agung yang hanya dimiliki oleh orang-orang yang beruntung: bahwa hidup ini hanyalah titipan. Sebuah amanah yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban secara sempurna, tanpa tersisa sedikit pun. Kesadaran ini bukanlah sesuatu yang ringan. Ia mahal harganya, langka pemiliknya, dan agung pengaruhnya dalam membentuk cara seseorang memandang dan menjalani hidup.

Segalanya Adalah Titipan

Apa pun yang melekat dalam hidup kita hari ini — harta, jabatan, keluarga, kesehatan, kekuasaan, bahkan waktu — semuanya bukan milik kita. Ia hanyalah titipan. Sebagaimana layaknya titipan, kita tidak bebas mempergunakannya menurut hawa nafsu sendiri. Kita terikat oleh tanggung jawab moral dan spiritual untuk merawat, menjaga, dan menggunakan semuanya sesuai dengan kehendak Sang Pemilik yang sesungguhnya: Allah SWT.

Kesadaran akan titipan ini menumbuhkan rasa hati-hati, tunduk, dan tidak pongah. Sebab siapa yang menyadari bahwa semua miliknya hanyalah pinjaman, ia tidak akan silau saat diberi, dan tidak akan berputus asa saat diambil kembali.

Kesadaran yang Mengubah Segalanya

Orang yang menyadari hakikat hidup ini akan menjalani kehidupan dengan lebih seimbang. Ia tidak akan rakus mengejar dunia, tidak tergoda oleh gemerlap fana, tidak juga larut dalam kesedihan saat diuji kekurangan. Hidup baginya adalah ruang untuk menjalani misi — bukan sekadar mengejar ambisi.

Ia akan bersikap tenang dan bijaksana. Tidak mudah iri, tidak silau pada orang lain. Ia sadar, setiap orang punya titipan masing-masing. Ada yang dititipi kekayaan, ada yang dititipi ilmu, ada pula yang dititipi ujian. Semua akan dipertanggungjawabkan kelak di hadapan Allah, bukan di hadapan manusia.

Lalai Adalah Bencana Jiwa

Sebaliknya, orang yang tidak memiliki kesadaran ini akan hidup dalam kelalaian. Mereka melihat dunia sebagai milik mutlaknya. Mereka mengejar kekayaan, kekuasaan, dan kesenangan duniawi seolah-olah semua itu akan kekal selamanya. Padahal, semua hanya sementara. Hari ini ada, besok bisa lenyap.

Orang yang lalai akan sedih berkepanjangan jika miskin, karena menganggap kekayaan adalah segalanya. Dan jika kaya, ia menjadi sombong dan angkuh, karena menyangka itu adalah hasil usahanya semata, bukan anugerah dan ujian dari Tuhan.

Tanpa kesadaran bahwa hidup ini titipan, manusia cenderung hidup dalam lingkaran hawa nafsu. Mereka kehilangan arah. Hatinya kosong, jiwanya resah, pikirannya gelisah, dan hidupnya tak pernah merasa cukup.

Dunia Bukan Tujuan, Hanya Ujian

Kesadaran akan hakikat hidup sebagai titipan menjadikan seseorang mampu melihat dunia dalam perspektif yang benar. Dunia bukan tujuan, melainkan ujian. Dunia bukan tempat tinggal abadi, melainkan tempat persinggahan sementara. Dunia bukan segalanya, hanya ladang untuk menanam amal, yang hasilnya akan dipanen di akhirat kelak.

“Ketahuilah bahwa kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau, perhiasan dan saling berbangga di antara kalian serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan…”
(QS. Al-Hadid: 20)

Orang yang hidup dengan kesadaran ini akan lebih banyak bersyukur, lebih banyak memberi, lebih tenang dalam musibah, dan lebih rendah hati dalam nikmat. Ia tahu semua akan kembali pada-Nya. Maka ia tidak pernah terlalu terikat pada apa pun.


Penutup: Kemenangan bagi yang Sadar

Betapa beruntungnya orang yang memiliki kesadaran bahwa hidup ini hanyalah titipan. Ia hidup dengan penuh makna, arah, dan kehati-hatian. Ia tidak mudah tergoda, tidak mudah marah, dan tidak mudah putus asa. Ia paham bahwa segala hal akan dimintai pertanggungjawaban, dan karena itulah ia senantiasa menjaga dirinya dalam kebaikan dan keikhlasan.

Sebaliknya, orang yang lalai, hidupnya seperti berlari tanpa arah. Dipacu oleh nafsu, dibutakan ambisi, dan diakhiri dengan penyesalan. Maka mari kita periksa diri kita, renungi hidup kita. Apakah kita sedang menjaga amanah ini, atau justru sedang menyelewengkannya demi dunia yang sementara?

“Sesungguhnya kami adalah milik Allah, dan kepada-Nya lah kami akan kembali.”
(QS. Al-Baqarah: 156)


By: Andik Irawan

Related posts

Leave a Comment